Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Fuad Amin Didakwa Terima Suap Rp 18,5 Miliar  

Jaksa penuntut umum menyatakan Fuad Amin selaku penyelenggara negara menerima uang secara bertahap yang berjumlah seluruhnya Rp 18,5 miliar.

7 Mei 2015 | 13.55 WIB

Fuad Amin Imron, Ketua DPRD Bangkalan. ANTARA/Reno Esnir
Perbesar
Fuad Amin Imron, Ketua DPRD Bangkalan. ANTARA/Reno Esnir

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa bekas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangkalan, Jawa Timur, Fuad Amin Imron, menerima suap Rp 18,5 miliar.

Penuntut umum KPK, Pulung Rinandoro, mengatakan Fuad menerima besel sejak menjabat sebagai Bupati Bangkalan periode 2003-2008 dan 2008-2013.

"Fuad Amin selaku penyelenggara negara menerima uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 18,5 miliar," ujar Pulung saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 7 Mei 2015. Fuad menerima suap dari berbagai pihak.

Duit besel itu diterima dari Direktur Human Resourch Development PT Media Karya Sentosa Antonius Bambang Djatmiko, bersama-sama dengan Presiden Direktur PT MKS Sardjono, Managing Director PT MKS Sunaryo Suhadi, Direktur Teknik PT MKS Achmad Harijanto, dan Pribadi Wardojo. Pemberian itu karena Fuad telah mengarahkan tercapainya perjanjian konsorsium dan perjanjian kerja sama antara PT MKS dan PD Sumber Daya. Fuad juga memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco Energy Co Ltd, terkait dengan permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur.

Pulung mengatakan pada 2006, Direksi PT MKS mengajukan permohonan untuk mendapat alokasi gas bumi di Blok Poleng, Bangkalan, kepada Kodeco. Menindaklanjuti hal tersebut, Sardjono bertemu Kepala Divisi Pemasaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Budi Indianto. Dari pertemuan tersebut, Budi menyarankan agar PT MKS bekerja sama dengan pihak Kabupaten Bangkalan untuk menghindari perselisihan dengan pemerintah daerah.

Sardjono, Sunaryo Suhadi, Achmad Harijanto, dan Antonius Bambang Djatmiko lalu bertemu Fuad Amin bersama Direktur Utama PD Sumber Daya Afandy di pendopo rumah dinas Bupati Bangkalan. Fuad menyetujuinya yang lalu mengarahkan PT MKS bekerja sama dengan PD Sumber Daya.

Untuk memuluskan langkah perusahaannya, Antonius kembali bertemu Fuad Amin dan minta dibuatkan surat dukungan permintaan penyaluran gas alam. Kemudian Fuad Amin mengirim surat kepada Presiden Direktur Kodeco Energy Mr Hong Sun Yong perihal dukungan penyaluran gas alam PT Kodeco Energi ke Gili Timur.

Fuad menyampaikan PD Sumber Daya telah bekerja sama dengan PT MKS untuk investasi pemasangan pipa dan penyaluran gas alam dari Klampis (Sepulu) Kilometer 36. Sehingga, dia memohon PT Kodeco agar dapat mengalokasikan pasokan gas alam guna mengantisipasi kebutuhan listrik di Madura dan Jawa Timur. "Meski pada saat itu perjanjian kerja sama antara PD Sumber Daya dengan PT MKS belum ditandatangani," ujar Pulung.

Pada 15 Desember 2006, BP Migas menunjuk PT Pertamina EP sebagai penjual gas kepada PT MKS. Empat hari kemudian, ditandatangani perjanjian heads of agreement antara PT Pertamina EP dan PT MKS. Isinya, PT MKS memperoleh semua persetujuan yang diperlukan untuk mewakili konsorsium Bangkalan guna melaksanakan heads of agreement.

Selain perjanjian-perjanjian tersebut, ada juga perjanjian lagi pada 3 Desember 2007 antara Plt Direktur PD Sumber Daya Cholili Solihin dan Presiden Direktur PT MKS Sardjono yang diketahui Fuad Amin. Perjanjian itu menyepakati kegiatan penyaluran gas oleh PT MKS kepada PT Pembangkit Jawa Bali untuk pembangkit listrik di Gili Timur

Sebagai tanda terima kasih atas jasa Fuad Amin, Antonius bersama-sama dengan Sardjono, Sunaryo, Achamad Harijanto, dan Pribadi Wardojo, sepakat memberikan sejumlah duit. Pemberian duit dilakukan dalam berbagai tahap dan jumlah yang bervariasi hingga mencapai Rp 18,50 miliar.

Atas perbuatanya, Fuad Amin dinilai melanggar Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Ancaman hukuman maksimal untuk politikus Gerindra itu 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

LINDA TRIANITA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Istiqomatul Hayati

Istiqomatul Hayati

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus