Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Kasus Wendra, Ahli Psikologi: Terdakwa Seperti Berusia 12 Tahun

Dosen psikologi Unika Atmajaya mengatakan dalam kasus Wendra, terdakwa hanya postur badannya saja yang besar, tapi pemikirannya masih anak-anak.

9 Mei 2019 | 12.21 WIB

Wendra Purnama penyandang disabilitas intelektual yang menjadi terdakwa narkoba saat sidang di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin 1 April 2019. TEMPO/JONIANSYAH HARDJONO
Perbesar
Wendra Purnama penyandang disabilitas intelektual yang menjadi terdakwa narkoba saat sidang di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin 1 April 2019. TEMPO/JONIANSYAH HARDJONO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Tangerang - Dosen senior fakultas psikologi Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Prof. Irwanto, Ph.D dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang kasus Wendra Purnama di Pengadilan Negeri Tangerang.

Baca: Perkara Wendra Purnama, Kuasa Hukum dan Jaksa Siap Adu Saksi Ahli

Pada sidang Senin, 6 Mei 2019, Irwanto mengatakan terdakwa kasus narkoba itu hanya postur badannya saja yang besar, tapi pemikirannya masih anak-anak. Wendra alias Enghok adalah penyandang disabilitas intelektual yang terjerat hukum karena terbukti mengonsumsi narkoba jenis sabu.   

"Usia kronologisnya 22 tahun tapi umur mentalnya 12 tahun seperti anak anak," ujar Irwanto saat memberikan pendapat di sidang lanjutan kasus Wendra di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin 6 Mei 2019.

Profesor Irwanto dihadirkan sebagai ahli oleh kuasa hukum Wendra Purnama. Karena masih seperti anak-anak pada umumnya, Irwanto mengatakan, Wendra tidak memahami  konsekuensi tertentu yang dilakukannya.
 
Irwanto telah mempelajari hasil pemeriksaan psikologi yang dilakukan Himpunan Psikologi Indonesia Wilayah Banten terhadap Wendra. Menurut dia, dengan score IQ 55, Wendra digolongkan sebagai seorang disabilitas intelektual dengan usia mental 12 tahun.

Untuk itu, Irwanto meminta perlu pertimbangan ketika seorang anak didakwa pasal 114 dan pasal 132 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. "Apalagi untuk pemufakatan jahat, dia tidak bisa membedakan mana yang baik dan jahat," katanya.

Menurut Irwanto, semestinya kasus Wendra masuk dalam Undang undang perlindungan anak. Terhadap seorang anak penyandang disabilitas adalah tugas negara untuk melindungi. "Penyandang disabilitas tidak bisa masuk konflik hukum karena tidak memahami konteks hukum," katanya.

Menurut Irwanto, orang seperti Wendra akan lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya dan orang lain jika dikembalikan ke keluarga dan orang tuanya.

Namun Jaksa Penuntut Umum Muhammad Erlangga mempertanyakan dasar pendapat itu karena Irwanto tidak melakukan pemeriksaan langsung terhadap Wendra Purnama. Irwanto hanya mempelajari hasil pemeriksaan Himpunan Psikologi Indonesia Wilayah Banten.

Erlangga juga menyampaikan jika Wendra mempunyai kemampuan seperti orang normal pada umumnya seperti mengendarai sepeda motor, bermain game, menikah dan punya anak.

Baca: Dokter RSUD: Kejiwaan Wendra Purnama Normal, Bisa Hidup Mandiri

Ketua majelis hakim Sri Suharni yang memimpin sidang kasus Wendra mengatakan akan menyimpulkan semua fakta persidangan dan keterangan saksi ahli sebagai bahan pertimbangan. Wendra yang diduga penyandang disabilitas intelektual ditangkap tim Satuan Narkoba Polres Metro Tangerang pada 25 November 2018 bersama temannya Hau Hau Wijaya alias Ahua yang belakangan diketahui sebagai pengedar sabu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus