Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Willy Aditya mengatakan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ditargetkan rampung pada tahun ini. RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini menggantikan nama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Panitia Kerja RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini menargetkan pengesahan aturan tersebut menjadi kado Hari Ibu yang diperingati pada 22 Desember.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami akan selesaikan masa sidang ini, saya sebagai Ketua Panja berusaha seperti itu. Insya Allah akan menjadi kado Hari Ibu, 22 Desember," kata Willy kepada Tempo, Selasa malam, 7 September 2021.
Willy mengatakan target ini berangkat dari momentum adanya draf baru yang telah dipaparkan tim ahli Badan Legislasi. Ada sejumlah perubahan dibanding draf RUU PKS yang sempat diusulkan di masa periode DPR 2014-2019 dan dibahas di Komisi VIII.
Misalnya, tim ahli Baleg mengusulkan perubahan judul dari RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Definisi dan jenis kekerasan seksual pun berkurang dari sembilan menjadi empat jenis.
Menurut Willy Aditya, kata 'penghapusan' dalam judul RUU PKS merupakan suatu hal yang abstrak sehingga tim ahli Baleg mengusulkan perubahan. Ia juga menyebut tim Baleg mencari rumusan paling operasional untuk menjadi payung hukum mengatasi masalah kekerasan seksual ini.
Politikus NasDem ini pun optimistis pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual bisa menjadi lebih mudah setelah adanya perubahan draf tersebut. "Kalau saya sih optimis," ujarnya.
Di sisi lain, Willy menyebut draf RUU anyar ini tak akan melenceng dari semangat awalnya untuk melindungi korban kekerasan seksual. Jika tak ada perubahan, kata Willy, bisa jadi RUU tersebut akan terus mentok dalam pembahasannya di DPR.
"Kalau enggak begini enggak akan pernah disahkan. Maka saya coba cari jalan keluar, itu bagaimana effort saya," ujarnya.
Sebab, kata dia, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bukanlah RUU carry over yang sempat dibahas di tahun-tahun sebelumnya. Ia mengatakan DPR selama ini terjebak pada perbedaan sikap kelompok ekstrem kiri dan kanan yang mendukung maupun menolak RUU tersebut.
Menurut Willy, dua kelompok itu sama-sama memiliki perspektif untuk memuliakan korban kekerasan seksual, tetapi berdiri di pilihan politik masing-masing. "Kalau belajar dari periode sebelumnya mentok terus, maka cara paling efektif mencari jalan tengah," ucap Willy.
Dia mengimbuhkan, rancangan yang dipaparkan tim ahli Badan Legislasi sebelumnya baru merupakan draf awal. Willy berujar Baleg akan terbuka terhadap pelbagai masukan dalam pembahasan RUU PKS yang akan datang.
Baca juga: RUU PKS akan Menjangkau ke Dunia Digital