Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

KPK Lakukan Upaya Paksa Penahanan Bupati Hulu Sungai Utara

Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap pengadaan barang dan jasa.

18 November 2021 | 18.46 WIB

Bupati Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Abdul Wahid, meninggalkan Gedung Merah Putih KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat, 1 Oktober 2021. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Perbesar
Bupati Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Abdul Wahid, meninggalkan Gedung Merah Putih KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat, 1 Oktober 2021. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan upaya penahanan paksa terhadap Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

“Agar proses penyidikan dapat berjalan lancar, tim penyidik melakukan upaya paksa, hari ini tersangka AW dilakukan penahanan 20 hari pertama,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, Kamis, 18 November 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Firli Bahuri mengatakan, penahanan terhitung mulai 18 November hingga 7 Desember 2021 di Rumah Tahanan Gedung Merah Putih. Sebagai antisipasi penyebaran Covid-19 di Rutan KPK, Abdul Wahid akan menjalani isolasi mandiri selama 14 hari di rutan tersebut.

Abdul Wahid resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, tahun 2021-2022. 

Perkara ini berawal dari operasi tangkap tangan tim KPK pada 15 September 2021 di Hulu Sungai Utara. KPK juga telah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka, yaitu pelaksana tugas Kepala dinas Pekerjaan Umum Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara, Maliki; Direktur CV Hanamas Marhaini (MRH); dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi (FH).

Dalam konstruksi perkara, Abdul Wahid diduga menerima uang dari Maliki agar bisa menduduki jabatan sebagai Plt. Kadis PUPRP Hulu Sungai Utara, pada 2019. Kemudian di awal 2021, Abdul Wahid juga menyetujui paket plotting pekerjaan lelang di Dinas PUPRP HSU, dengan syarat komitmen fee 10 persen untuk dirinya dan 5 persen untuk Maliki. Abdul Wahid diduga menerima komitmen fee dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp 500 juta. 

Selain itu, Abdul Wahid sebelumnya diduga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten HSU, yaitu pada 2019 sekitar Rp4,6 miliar; pada 2020 sekitar Rp12 miliar; dan pada 2021 sekitar Rp1,8 miliar.

Atas perbuatannya, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jo. Pasal 64 KUHP Jo. Pasal 65 KUHP. 

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus