Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Arsul Sani, mengungkapkan keluarga petani aktivis antitambang, Salim Kancil, ternyata tak hanya kehilangan penghasilan, tapi juga harta. Sawah petani, termasuk milik Salim, hancur sejak tambang liar beroperasi di Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
"Sawah Salim sudah terendam air laut yang masuk ke daratan akibat abrasi karena kegiatan penambangan masyarakat liar. Ini membuat kehidupan keluarganya hancur sejak dua tahun lalu," kata Arsul saat dihubungi Tempo, Jumat, 2 Oktober 2015.
Berdasarkan keterangan warga pemilik sawah dekat sawah Salim, kata Arsul, para penambang memakai sebagian tanah Salim untuk jalan utama yang dilewati truk pengangkut pasir. "Sebagian adalah sawah Salim yang dirampas begitu saja," ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan itu.
Salim memilih menghidupi keluarganya dengan mencari bekicot dan ikan. Lambat laun, ia memilih menjadi aktivis karena kecewa setelah ladang rezekinya itu tak lagi bisa ditanami akibat penambangan liar. Salim kemudian mengadvokasi masyarakat desa untuk menolak penambangan pasir besi di Pantai Watu Pecak. "Inilah unsur pelanggaran HAM terhadap Salim dan keluarganya pada bidang ekonomi-sosial," tutur Arsul.
BACA:
SALIM KANCIL DIBUNUH: Pak Kades Diduga Tak Main Sendiri
SALIM KANCIL Berburu Bekicot karena Sawah Rusak oleh Pasir
Dua petani asal Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, diserang gerombolan bernama Tim 12 pada 26 September 2015. Salim Kancil, 52 tahun, warga Dusun Krajan II, sempat disetrum dan dipukuli sebelum akhirnya dihabisi di dekat kuburan desa.
Sedangkan Tosan, warga Dusun Persil, dianiaya di rumah dan tanah lapang yang tak jauh dari rumahnya. Tubuh Tosan dipukuli dengan kayu, pacul, batu, dan celurit. Ia bahkan sempat dilindas sepeda motor. Tosan selamat meski kini masih sekarat. Keduanya merupakan aktivis penolak penambangan pasir di Desa Selok Awar-awar.
Polisi telah menetapkan 22 tersangka dalam kasus ini. Belakangan, Kepolisian Resor Lumajang juga menetapkan Kepala Desa Selok Awar-awar Hariyono sebagai tersangka. Hariyono diduga melakukan perencanaan pembunuhan sehari sebelum Salim tewas.
Arsul Sani menduga ada aktor lain di belakang Hariyono yang menggerakkan pembunuhan dan penganiayaan ini. "Kami investigasi siapa ‘juragan’ di belakang kepala desa ini?" ucapnya.
Pagi tadi, Arsul bersama sembilan pemimpin dan anggota Komisi Hukum DPR datang langsung ke Lumajang untuk mengungkap penyebab kematian Salim. Mereka terbang tadi pagi ke Surabaya lalu ke Lumajang untuk menemui keluarga korban, perangkat desa, pengusaha tambang, dan kepolisian.
PUTRI ADITYOWATI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini