Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAMBAK Dipasena di Lampung sudah lama menjadi masalah. Tepatnya sejak 1999, ketika tambak 16.250 hektare—seperempat luas Jakarta—itu diserahkan Sjamsul Nursalim, pemiliknya, kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk membayar utang. BPPN rupanya sangat ”murah hati”. Aset milik bos grup usaha Gadjah Tunggal itu dihargai sangat tinggi, yaitu Rp 20 triliun. Harga spesial itu dikecam Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri (saat itu) Kwik Kian Gie, yang menganggap Dipasena tak lebih dari ”kolam air” senilai Rp 2 triliun.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo