Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

Likuidasi Perbankan

15 Maret 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penundaan likuidasi perbankan yang dicanangkan pemerintah sangat mengecewakan dan merugikan sistem perbankan. Ini makin menambah keyakinan saya bahwa tidak ada hal yang pasti dalam proses restrukturisasi perbankan kecuali satu hal: ditunda. Untuk kesekian kalinya pemerintah menunda keputusan penting dalam proses likuidasi perbankan, yang akhirnya menyebabkan krisis kepercayaan bukan hanya kepada sistem perbankan, tapi juga kepada Bank Indonesia sebagai regulator. Saya menilai, proses penundaan likuidasi perbankan ini sangat merugikan sistem perbankan itu sendiri. Ini disebabkan oleh:

  1. Hal itu tidak akan membantu rehabilitasi sistem perbankan. Sebagai ilustrasi, Direktur Pengawasan Perbankan Soebarjo menyatakan bahwa biaya yang disebabkan oleh negative spread untuk bank-bank Indonesia mencapai Rp 500 miliar per hari.

  2. Penundaan penutupan bank menyebabkan ketidakpastian depositor. Hal ini sangat tidak fair untuk bank-bank kategori B, yang seharusnya tidak dilikuidasi. Berita burung bahwa bank-bank besar swasta tertentu akan ditutup menyebabkan rush, yang sangat merugikan perbankan. Pada akhirnya, biaya dari rush ini akan merugikan Bank Indonesia itu sendiri. Bank Indonesia harus menjalankan fungsinya sebagai lender at a last resort. Hal ini diperlukan karena Bank Indonesia harus menjamin kelangsungan hidup bank-bank yang tidak direncanakan untuk dilikuidasi.

  3. Yang terpenting, penundaan penutupan bank menyebabkan tingkat suku bunga antarbank menjadi melonjak. Hal ini disebabkan oleh banyaknya bank yang mengalami kesulitan likuiditas karena penarikan dana secara besar-besaran oleh depositor. Bahkan, untuk bank-bank yang sehat, hal ini jelas merugikan karena mereka harus berhati-hati menjaga likuiditas mereka.

Posisi IMF dalam hal likuidasi perbankan sangatlah dominan. IMF ingin penyelesaian likuiditas perbankan dilakukan secara sekaligus. Hal ini dimengerti bahwa penutupan sekitar 40 bank akan menyelesaikan sebagian problem perbankan nasional, yang jelas akan sangat membantu penurunan tingkat suku bunga di Indonesia.

Argumen saya, pemerintah seharusnya telah mempunyai data yang cukup untuk melakukan likuidasi perbankan. Alasan yang disebutkan oleh Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri Ginandjar Kartasasmita bahwa pemerintah memerlukan waktu yang lebih lama untuk mempertimbangkan bank-bank mana yang mesti dilikuidasi sangatlah tidak tepat.

Dua hari menjelang pengumuman likuidasi perbankan tersebut, Direktur Bank Indonesia Soebarjo mengumumkan bahwa tidak akan terjadi likuidasi, dan hanya ada pengumuman pemberhentian kliring. Menurut hemat saya, tidak ada perbedaan yang mendasar antara likuidasi dan pemberhentian kliring. Pemerintah mungkin mempertimbangkan pemberhentian kliring sebagai proses yang mungkin masih dapat dibalikkan (reversible), sedangkan likuidasi adalah proses irreversible. Tapi, menurut pemikiran saya, pemberhentian kliring mengakibatkan biaya tinggi bila dibandingkan dengan likuidasi. Sebab, pada akhirnya bank-bank tersebut mesti dilikuidasi juga. Hal lain adalah munculnya kepanikan dari depositor karena depositor dari bank yang diberhentikan kliringnya tidak mendapatkan status yang jelas.

Penulis menganggap, mengumumkan tanggal likuidasi dan kemudian menunda proses likuidasi itu jelas menimbulkan keresahan di masyarakat itu sendiri. Keresahan dari masyarakat menyebabkan ketidakpastian, yang akhirnya mengarah pada kepanikan dari depositor. Suatu rencana yang komprehensif, terencana, dengan kriteria yang jelas, dan transparan sangatlah penting, terutama pada saat-saat Indonesia dalam masa pemulihan ekonomi. Penulis mengerti bahwa pemerintah masih sangat traumatis dengan dampak negatif dari penutupan bank yang tergesa-gesa. Tapi likuidasi bank yang berlarut-larut akanlah lebih merugikan.

Lin Che Wei
Direktur Riset PT SG Securities Indonesia
Jalan Jenderal Sudirman Kav. 26
Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus