Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum sebuah entitas asuransi yang menjadi nasabah PT Bank Mega Syariah (BMS), Riduan Tambunan, meminta kasus hilangnya deposito senilai Rp 20 miliar diselesaikan secara kekeluargaan. Riduan mengatakan kliennya siap duduk bersama dengan manajemen BMS untuk mencari jalan keluar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Deposito ini kan hak kami. Kami ingin penyelesaiaannya kalau bisa dengan cara kekeluargaan. Kami mengetuk hati Bank Mega Syariah,” ujar Riduan saat dihubungi pada Senin petang, 18 April 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nasabah BMS mengaku kehilangan dana deposito senilai Rp 20 miliar saat berencana mencairkan investasi beserta bunganya pada 2015. Deposito itu merupakan dana jaminan wajib perusahaan asuransi yang ditanamkan di bank pada 29 Oktober 2012 sesuai peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.
Deposito nasabah terdiri atas 4 bilyet giro--masing-masing Rp 5 miliar--dengan nomor seri 036466, 036465, 036464, dan 036463. Bilyet giro asli deposito disimpan di main vault Bank Kustodian PT Bank Mega Tbk.
Riduan menerangkan, saat kliennya hendak mencairkan dana, pihak BMS memberikan keterangan bahwa deposito itu sudah ditransfer ke rekening tertentu yang bukan rekening induk nasabah. Klien Riduan lalu menyoalkan proses transfer dana karena bank semestinya hanya mencairkan ke rekening nasabah yang memiliki wewenang.
Kasus itu lalu dibawa ke pengadilan. Pada 2016, diketahui bahwa Kepala Cabang Pembantu BMS Panglima Polim terbukti melakukan penggelapan deposito.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lalu mengeluarkan putusan pidana untuk pelaku. Setelah kasus ini selesai di pengadilan, Riduan menyebut BMS tidak segera menyelesaikan penggantian dana kepada kliennya.
“Setelah itu sudah dilakukan berbagai upaya, kami minta ketemu (dengan BMS), minta tanggung jawab. Tapi sampai sekarang belum dilaksanakan,” ujarnya.
Bahkan, menurut Riduan, kliennya juga meminta perlindungan hukum dari Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan atau Kemenko Polhukam. Pada 23 September 2020, Kementerian disebut-sebut mengirimkan surat kepada Direktur Utama BMS.
Dalam salah satu butir surat itu, tutur Riduan, BMS diminta tetap menyelesaikan tanggung jawab walau karyawannya telah diganjar hukuman. “Sampai 2021 saat ini belum ada pertemuan lagi. Kami menunggu iktikad baik dari Bank Mega Syariah,” tutur Riduan.
Tempo telah menghubungi Corporate Secretary Division Head BMS Ratna Wahyuni dan Direktur Utama Bank Mega Syariah Yuwono Waluyo untuk meminta konfirmasi ihwal perkara tersebut melalui pesan pendek. Namun hingga berita ini diterbitkan, keduanya belum memberikan responsnya.