Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

6 Poin Dakwaan Kasus Jiwasraya: Cuci Uang di Kasino-Kode Pak Haji

Kejaksaan Agung membacakan surat dakwaan dalam sidang perdana perkara korupsi di PT Asuransi Jiwasraya pada Rabu, 3 Juni 2020.

4 Juni 2020 | 10.02 WIB

Sejumlah karangan bunga berjejer di depan gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 3 Juni 2020. Karangan bunga tersebut berasal dari korban terdampak kasus asuransi Jiwasraya yang mengharapkan lembaga terkait untuk memberikan keadilan bagi mereka. TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
Sejumlah karangan bunga berjejer di depan gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 3 Juni 2020. Karangan bunga tersebut berasal dari korban terdampak kasus asuransi Jiwasraya yang mengharapkan lembaga terkait untuk memberikan keadilan bagi mereka. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung membacakan surat dakwaan dalam sidang perdana perkara korupsi di PT Asuransi Jiwasraya pada Rabu, 3 Juni 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut, jaksa menguraikan kronologis aktivitas korupsi di perusahaan pelat merah itu. Jaksa juga membeberkan peran dan siasat para terdakwa. Berikut poin-poin dakwaan kasus korupsi di Jiwasraya.

1. Negara Rugi Rp 16,8 triliun

Besaran kerugian yang ditanggung negara akibat korupsi di Jiwasraya tercatat lebih besar dibandingkan dengan perkara E-KTP yang mencapai Rp 2,3 triliun. Dalam kasus Jiwasraya, jaksa mendakwa Direktur PT Hanson Internasional, Benny Tjokrosaputro telah merugikan negara sebesar Rp 16,8 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perbuatan itu dilakukan oleh 5 terdakwa lainnya, yakni Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto. Selanjutnya oleh para mantan petinggi di PT Jiwasraya, yakni eks Direktur Utama, Hendrisman Rahim; eks Direktur Keuangan Hary Prasetyo beserta eks Kepala Divisi Investasi, Syahmirwan.

2. 'Permainan' Keenam Terdakwa

Jaksa menuturkan Benny, Heru dan Joko melakukan kesepakatan dengan para petinggi Jiwasraya mengenai pengelolaan investasi saham dan reksadana milik PT Jiwasraya. Kerja sama pengelolaan dilakukan sejak 2008 hingga 2018. Akan tetapi, menurut jaksa, mereka melakukan kesepakatan secara tidak transparan dan akuntabel.

"Tiga petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary dan Syahmirwan melakukan pengelolaan investasi tanpa analisis yang obyektif, profesional dan tidak sesuai nota internal kantor pusat," kata Jaksa saat membacakan dakwaan pada Rabu, 3 Juni 2020.

Jaksa menyebut Hendrisman, Hary dan Syahwirman membeli sejumlah saham perusahaan BJBR, PPRO dan SMBR dengan tidak mengikuti pedoman investasi yang berlaku. Mereka membeli saham melebihi 2,5 persen dari saham perusahaan yang beredar.

Selain itu, jaksa mendakwa keenam terdakwa dan pihak terafiliasi telah bekerja sama untuk melakukan transaksi jual-beli saham sejumlah perusahaan dengen tujuan mengintervensi harga. Tindakan goreng saham itu dilakukan pada perusahaan BJBR, PPRO, SMBR dan SMRU. Bukannya memberikan untung, aksi itu malah tidak dapat memenuhi likuiditas keuangan Jiwasraya.

Jaksa juga menyebut para terdakwa juga mengatur dan mengendalikan 13 manajer investasi untuk membentuk produk reksadana khusus untuk PT Jiwasraya yang dikendalikan Joko Hartono.

Produk reksadana tersebut berakhir pada kerugian bagi keuangan Jiwasraya. Selain itu, Heru, Benny dan Joko turut memberikan uang, saham dan fasilitas lain kepada tiga petinggi Jiwasraya. Pemberian dilakukan terkait pengelolaan investasi saham dan reksadana di perusahaan tersebut selama 2008-2018.

3. Pasal yang Didakwakan

Jaksa menyatakan para terdakwa dijerat dengan Pasal 11 Ayat 2 UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Pasal 11 Ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Asuransi. Pasal 8 Ayat huruf b dan c, Pasal 11, Pasal 13 Ayat 1, Pasal 14 Ayat 1, Pasal 15 Ayat 1, dan Pasal 20 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 73 1992 tentang Usaha Asuransi.

Mereka juga didakwa telah melanggar sejumlah aturan Menteri Keuangan dan aturan internal PT Asuransi Jiwasraya. Selain itu, Heru dan Benny turut didakwa dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU.

4. TPPU dengan Bayar Kasino dan Lain-lain

Jaksa mendakwa Heru Hidayat, melakukan TPPU dengan cara menyamarkan asal usul harta kekayaan pada rekening Freddy Gunawan. Rekaman transaksi rekening BCA tersebut menyebut bahwa uang dipakai untuk membayar kasino di Resort World Sentosa sebanyak Rp 4,87 miliar pada 9 Juni 2017.

Pada 13 Februari 2018, tercatat pengeluaran Rp 2,5 miliar untuk merenovasi lantai 4 gedung di Pantai Indah Kapuk. Pada 9 April 2018, tercatat aliran uang keluar Rp 4 miliar untuk membuat kapal Pinisi di Bira, Sulawesi Selatan. Selain itu, Heru juga menempatkan uang di banyak rekening atas nama dirinya atau orang lain. Jaksa juga mendakwa Heru membelanjakan uang yang diduga hasil korupsi untuk membeli mobil, rumah dan tanah dengan tujuan menyamarkan asal-usul uang.

5. Eks Pimpinan Jiwasraya Terima Mobil hingga Tiket Konser Coldplay

Jaksa menyebut tiga bekas petinggi Jiwasraya, yakni Hendrisman, Hary dan Syahmirwan mendapatkan duit dan mobil dalam kasus korupsi ini. Uang tersebut berasal dari pemberian Benny, Heru, dan Joko Hartono.

Hendrisman didakwa terima duit dan saham sejumlah Rp 5,5 miliar. Rinciannya, Rp 875,8 juta dalam bentuk uang, dan sebanyak Rp 4,6 miliar dalam bentuk saham. Sedangkan Hary didakwa menerima uang sebesar Rp 2,4 miliar. Uang untuk Hary diberikan lewat rekening efek yang dikelola oleh Joko. Selain itu, Hary juga menerima sejumlah mobil, yakni Toyota Harrier senilai Rp 550 juta dan Mercedes Benz E Class seharga Rp 950 juta.

Jaksa juga mendakwa Hary menerima pembayaran paket perjalanan bersama istrinya untuk menonton konser Coldplay di Melbourne, Australia senilai Rp 65 juta, serta biaya konsultan pajak sebanyak Rp 46 juta.

Sementara Syahmirwan menerima uang Rp 4,8 miliar dalam bentuk duit dan saham. Ia juga menerima paket bermain golf di Bangkok senilai Rp 100 juta, serta rafting di Yogyakarta Rp 70 juta. Ia pun masih menerima 2 kali pembayaran paket wisata ke Lombok dan Hongkong, dan pembayaran paket wisata berasal dari perusahaan manajer investasi PT Pool Advista Asset Management.

6. Penggunaan Nama Samaran

Dalam persidangan, jaksa mengungkapkan bahwa para terdakwa menggunakan nama samaran kala berkomunikasi. Nama-nama samaran itu terutama dipakai ketika mereka membahas jual-beli saham lewat WhatsApp dan aplikasi percakapan lainnya.

Jaksa menuturkan bahwa Hendrisman menggunakan nama samaran Chief. Selanjutnya Hary Prasetyo memakai nama Rudy, Syahmirwan dengan nama Mahmud, Heru Hidayat dengan samaran Pak Haji, dan Joko Hartono memakai nama Panda.

Sedangkan Benny tidak disebutkan menggunakan samaran. Berikutnya seorang pegawai Jiwasraya yang tak berstatus terdakwa, Agustin Widhiastuti, mendapat julukan Rieke.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus