Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mengawasi proses perancangan anggaran daerah. KPK mengakui proses merancang anggaran pendapatan dan belanja daerah kerap diintervensi oleh berbagai pihak sehingga tujuan pembangunan suatu daerah meleset.
"Ini sebagai sinyal bahwa sekarang KPK mulai masuk di pengawalan dan pendampingan APBD. Sehingga para aparat daerah bekerja sesuai dengan perannya," ujar Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, di kantornya, Kamis, 11 Februari 2016.
Program ini akan dimulai di enam daerah dengan tingkat korupsi tertinggi dan anggaran yang besar, yakni Riau, Sumatera Utara, Banten, Papua, Papua Barat, dan Aceh. Hari ini, KPK mengundang tiga Sekretaris Daerah, yakni Sekda Sumatera Utara Hasban Ritonga, Sekda Riau M. Hafiz, dan Sekda Banten Ranta Suharta.
"Sengaja kami undang Sekda karena kami ingin dengar apa yang terjadi terhadap pengeolalan APBD, termasuk proses persetujuan APBD dan pengadaan barang dan jasa lantas bansos hibah," kata Pahala.
Pahala mengatakan ada beberapa model pengawalan yang akan KPK lakukan. Pertama, KPK akan ikut rapat yang sekiranya penting saat merancang APBD, kedua KPK akan lihat prosesnya secara langsung. "Dan ketiga mungkin kita akan mempunyai MOU atau sejenisnya," kata dia.
Menurut Pahala, sesuai cerita tiga sekda yang diundang, mereka kerap diintervensi dalam penyusunan APBD yang ingin difasilitasi proyeknya. "Kita sebut saja dari DPRD, kita ingin kawal supaya program APBD sesuai dengan musrembang," kata dia. Kepala daerah Riau, Banten, dam Sumut memang terlibat kasus korupsi yang ditangani KPK.
Sekda Sumut Hasban Ritonga mencontohkan bentuk intervensi di daerahnya yakni usulan pembangunan yang tak sesuai rancangan pembangunan jangka menengah dan panjang. "Fokus pembangunan adalah infrastruktur, tapi di sisi lain, ada yang meminta kita bangun industri hilir karena produk unggulan kita kelapa sawit," kata dia.
Kemudian, Sekda Riau M. Hafiz mengatakan ada usulan yang baru masuk setelah pembahasan anggaran selesai. "Barangkali hasil kunjungan reses ingin kepentinganya dimasukkan padahal anggaran sudah dimasukkan, ini memang harus diakwal secara sistemik dengan KPK," ujar dia.
Kasus korupsi kepala daerah memang marak terjadi. Data Kementerian Dalam Negeri pada 2014 menyebuykan sekitar 86 persen kepala daerah terlibat korupsi.
TIKA PRIMANDARI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini