Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Menang Gugatan PKPU di MA soal Caleg Eks Narapidana Koruptor, Ini Tanggapan Mantan Komisioner KPK

Mantan komisioner KPK, Saut Situmorang, mengatakan putusan uji materi PKPU Nomor 10 dan 11, seperti angin segar.

1 Oktober 2023 | 07.57 WIB

Mantan wakil ketua KPK 2015-2019 Saut Situmorang (kedua kanan) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhan (kanan) mewakili koalisi masyarakat sipil kawal pemilu bersih mengajukan uji materi peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 10 dan 11 ke Mahkamah Agung, Jakarta, Senin, 12 Juni 2023. Dalam keterangannya ICW menilai dalam peraturan tersebut KPU memberikan celah kepada para koruptor untuk maju dalam kontestasi pemilu legislatif. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Perbesar
Mantan wakil ketua KPK 2015-2019 Saut Situmorang (kedua kanan) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhan (kanan) mewakili koalisi masyarakat sipil kawal pemilu bersih mengajukan uji materi peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 10 dan 11 ke Mahkamah Agung, Jakarta, Senin, 12 Juni 2023. Dalam keterangannya ICW menilai dalam peraturan tersebut KPU memberikan celah kepada para koruptor untuk maju dalam kontestasi pemilu legislatif. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Saut Situmorang, mengatakan putusan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 dan 11, seperti angin segar dari Mahkamah Agung (MA). "Dari putusannya, ya kelihatannya ada angin baru yang diembuskan oleh MA," kata Saut, yang juga salah satu penggugat, melalui sambungan telepon, pada Jumat malam, 29 September 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Uji materi PKPU itu dilayangkan Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Saut Situmorang, dan eks Ketua KPK Abraham Samad pada Juni lalu. Gugatan itu dilayangkan karena PKPU tersebut dinilai memberikan karpet merah kepada narapidana korupsi. "Ya, kalau lihat dari putusannya, harapan kita begitu ya," ujar Saut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saut mengatakan, gugatan itu bukan untuk mengambil hak calon legislatif (caleg) bekas narapidana bekerja. Sebab hal itu melanggar hak asasi manusia (HAM). Namun, masih ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan oleh eks koruptor.

"Ini untuk kepastian bahwa kita mengajukan calon yang benar-benar memiliki kepastian integritas. Kan poinnya di situ," ujar dia. Bahaya dari mencalonkan bekas terhukum kasus korupsi karena tidak ada jaminan bagi para eks koruptor tidak mengulang perbuatan serupa.

"Kan enggak mungkin kita nyalah-nyalahin orang, tetapi yang penting buat kita adalah politik integritas itu," ujarnya. Politik berintegritas adalah politik dengan semangat pemberantasan korupsi.

Dalam putusan itu, Mahkamah menyatakan Pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bertentangan dengan Pasal 240 ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022.

Selain itu, MA menyatakan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua Atas PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota DPD bertentangan dengan Pasal 182 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023. Artinya, KPU harus memperbaiki PKPU tersebut dengan memberi syarat jeda lima tahun bagi mantan terpidana yang ingin mendaftar caleg. Saat ini, KPU perlu mencoret nama-nama mantan narapidana koruptor yang sudah terlanjur masuk di daftar calon sementara (DCS).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus