Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK telah memeriksa 169 orang dalam dugaan pelanggaran etik 93 pegawai KPK perihal pungutan liar atau pungli di Rutan KPK. Adapun total transaksi keuangan mencapai Rp 6,1 miliar dari dugaan awal sekitar Rp 4 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami sudah memeriksa sebanyak 169 orang. Pihak eksternal 27 orang itu mantan tahanan KPK, sehingga kami harus periksa ke lapas karena mereka sudah jadi narapidana,” kata Anggota Dewas KPK Albertina Ho di Gedung C1 KPK, Senin, 15 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Albertina menuturkan, pihaknya juga memerika staf Rutan KPK, mantan staf rutan, Kabag Pengamanan, Plt kabag pengamanan dan inspektur dengan total 32 orang sebagai saksi murni. “Kemudian 137 orang yang pernah bertugas di Rutan KPK. Dari 137 orang itu, 93 cukup alasan kami bawa ke sidang etik, yang 44 orang tak cukup alasan untuk dilanjutkan ke sidang etik,” ujarnya.
Adapun satu orang lainnya, kata Albertina, sudah diberhentikan sebagai pegawai KPK pada 16 Agustus 2023, dan satu orang lagi bukan berstatus komisi, melainkan outsourcing sehingga tak bisa dikenakan etik. “Dari 93 orang itu kami kumpulkan 63 bukti berupa dokumen, baik dokumen penyetoran uang, dan lainnya,” katanya.
Albertina mengatakan, tiap pihak menerima uang dengan jumlah yang berbeda-beda. Paling tidak, kata Albertina, sedikitnya menerima Rp 1 juta, dan paling banyak menerima Rp 504 juta. “Totalnya sekitar Rp 6,148 miliar. Itu di Dewas, dan mungkin berbeda dengan penyidikan soal pidana,” katanya.
Sebelumnya, Albertina Ho menuturkan, praktik pungli di Rutan KPK dengan temuan awal itu mencapai Rp 4 miliar terhitung sejak Desember 2021 hingga Maret 2022.
Pada Juni 2023, Dewas KPK mengaku sudah menyampaikan temuan itu ke pimpinan KPK sejak 16 Mei 2023 lalu untuk ditindaklanjuti unsur pidananya.
Sementara 90 dari 93 pegawai yang diduga melanggar etik, terindikasi melanggar Pasal 4 Ayat 2b Peraturan Dewan Pengawas.