Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Calon wakil presiden Mahfud Md menilai tidak sehat jika pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu tentang perampasan aset. Penilaian itu dikemukakan Mahfud, ketika ditanya terkait molornya pembahasan Rancangan Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset yang masih ada perbedaan pandangan antara Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR dengan pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bahwa kemudian dinilai ada perbedaan antara pemerintah dengan DPR, itu konsekuensi saja, masyarakat boleh menilai begitu,” ujarnya, saat gelaran dialog “Tabrak Prof, Konsultasi Hukum Bareng Prof. Mahfud” di Medan, pada Minggu malam, 14 Januari 2024, seperti dikutip dalam keterangan tertulis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Mahfud, secara hukum tata negaranya kalau tidak dibahas di DPR, RUU Perampasan Aset tidak bisa disahkan juga. Menurut dia, sebaiknya pembahasan RUU tersebut menunggu pembahasan dengan DPR.
Sementara itu, dalam proses menunggu pembahasan RUU tersebut, jika tidak segera dibahas, Mahfud menilai bisa mencari jalan lain. Namun menurutnya, proses ini menjadi penting karena sudah disetujui oleh semua, baik oleh pemerintah maupun partai-partai politik.
“Kalau DPR tidak membahas, kemudian kita bertindak lebih jauh dengan menerbitkan Perppu bisa saja, tetapi itu tidak sehat, terlalu sering mengeluarkan Perppu itu tidak sehat,” jelasnya.
Kenapa demikian? Dijelaskan Mahfud, bisa saja suatu saat muncul seorang presiden yang suka mengeluarkan Perpu, padahal Perpu hanya dikeluarkan dalam keadaan darurat. Menurutnya, RUU Perampasan Aset belum terlalu darurat, sehingga biarkan saja berproses nantinya di DPR.
Menurut Mahfud, RUU Perampasan Aset ini belum masuk dalam kategori darurat, sehingga belum perlu adanya Perpu dari presiden. Mahfud menilai saat ini biarkan saja berproses di DPR. Meski demikian, Mahfud menyebut RUU ini sangat penting untuk memberantas korupsi.
“Pemerintah sendiri sudah mengajukan dan sudah sampai di DPR, hanya belum dibahas,” kata Mahfud.
RUU Perampasan Aset, kata Mahfud, adalah UU yang memberi wewenang kepada penegak hukum untuk merampas aset-aset pihak yang diduga atau ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi.
“Tetapi diselesaikan dulu perampasan asetnya secara perdata, dirampas, tidak perlu menunggu putusan pengadilan. Karena banyak ketika sidang sedang berjalan, aset-aset oleh pelaku dialihkan,” kata Mahfud.