Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Ahyudin ACT Tersangka Penyelewengan dan Pencucian Uang, Kuasa Hukum: Ada Tempatnya Kami Bersuara

Pengacara mantan petinggi ACT dari Ahyudin belum memutuskan untuk menggugat status tersangka penyelewengan dan pencucian uang.

27 Juli 2022 | 00.34 WIB

Ahyudin ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan dana bantuan kompensasi dari Boeing untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT). Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Ahyudin yang merupakan pendiri ACT itu, sempat diperiksa beberapa kali oleh Bareskrim Polri. Gaji Ahyudin saat menjabat Ketua Dewan Pembina ACT yang disebut-sebut mencapai Rp 250 juta lebih per bulan. TEMPO/Subekti
Perbesar
Ahyudin ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan dana bantuan kompensasi dari Boeing untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT). Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Ahyudin yang merupakan pendiri ACT itu, sempat diperiksa beberapa kali oleh Bareskrim Polri. Gaji Ahyudin saat menjabat Ketua Dewan Pembina ACT yang disebut-sebut mencapai Rp 250 juta lebih per bulan. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menetapkan mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin sebagai tersangka penyelewengan dana hingga pencucian uang. Pengacara Ahyudin, Teuku Pupun Zulkifli, mengatakan, kliennya belum ada rencana untuk mengajukan gugatan atas status tersebut. “Kami normatif saja,” ujarnya singkat saat dihubungi, Selasa, 26 Juli 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Pupun menuturkan, pihaknya tetap bakal bersuara selama menjalani proses di kepolisian. Dia menegaskan pihaknya bicara soal ini sesuai pada tempatnya. “Tentu ada tempatnya kami bersuara,” tuturnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, Ahyudin ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lain petinggi ACT, yaitu Novariadi Imam Akbari, Heryana Hermai, dan Ibnu Khajar. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan menyatakan keempatnya dijerat dengan pasal berlapis.

“Persangkaan pasal tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP, pasal 374 KUHP, pasal 45 A ayat 1 junto pasal 28 ayat 1 UU No. 19/2016 tentang perubahan UU No. 11/2008 tentang ITE,” ujarnya kemarin.

Selajutnya, pasal 70 ayat 1 dan 2 junto pasal 5 UU No. 16/2001sebagaimana telah diubah UU No. 28/2004 tentang perubahan atas UU No. 16/2001 tentang Yayasan.

Berikutnya, pasal 3, pasal 4, dan pasal 6 UU No. 8/2010 tetang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, serta yang terakhir pasal 55 KUHP junto pasal 56 KUHP.

Direktur Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Brigjen Whisnu Hermawan Februanto menuturkan, pihaknya tetap memeriksa para tersangka pada Jumat, 29 Juli 2022. Hingga saat ini belum ada penahanan kepada mereka.

Ini merupakan pemeriksaan pertama keempatnya setelah ditetapkan sebagai tersangka pada Senin, 25 Juli 2022. “Selanjutnya akan ada panggilan (tersangka) untuk datang pada hari Jumat,” kata Whisnu di Bareskrim Mabes Polri, Selasa, 26 Juli 2022.

Whisnu tak bisa memastikan apakah keempatnya akan langsung ditahan atau tidak pasca-pemeriksaan Jumat mendatang. Hal itu, menurut dia, akan diputuskan oleh penyidik usai pemeriksaan.

MUTIA YUANTISYA | ANTARA

M. Faiz Zaki

Menjadi wartawan di Tempo sejak 2022. Lulus dari Program Studi Antropologi Universitas Airlangga Surabaya. Biasa meliput isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus