Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua MPR, Jazilul Fawaid, mengatakan jurang kesenjangan kepemilikan tanah oleh petani Indonesia masih menganga. Sebab, kata dia, satu persen kalangan masyarakat Indonesia menguasai hampir 68 persen akses terhadap tanah. Menurutnya, reforma agraria mestinya menyasar masyarakat yang memang membutuhkan tanah.
“Maka reforma agraria jadi langkah awal untuk menunjukkan keberpihakan terhadap masyarakat kecil, utamanya petani. Kita kan petaninya yang punya akses terhadap tanah masih kecil,” kata Jazilul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 27 September 2022.
Jazilul menyebut telah mendengarkan banyak masukan dari Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) saat menggelar audiensi di ruang sidang MPR. Dari KNPA, kata dia, ia menyebut ketidakadilan dalam redistribusi tanah masih menjadi PR dalam merealisasikan reforma agraria.
Menurutnya, cepat atau lambat Indonesia akan mengimplemetasikan reforma agraria dengan baik. Langkah awal yang bisa dilakukan, kata dia, dengan menjalankan reforma agraria sesuai TAP MPR Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
“Tapi TAP MPR itu belum maksimal untuk ditindaklanjuti pada turunan-turunannya. Ada 12 prinsip yang mesti dijalankan. Bahkan TAP MPR itu sepertinya sudah dilupakan,” kata dia.
Adapun Jazilul mengatakan sebenarnya aturan turunan TAP MPR Nomor 9 Tahun 2001 sudah eksis dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Namun, ia menyebut pelaksanaannya masih nihil alias belum terlihat.
“Sebenarnya Presiden sudah mengeluarkan (Perpres). Cuman kan pelaksanaannya tidak ada,” ujarnya.
Dia menjelaskan, untuk benar-benar meluruskan reforma agraria, perlu ada komitmen keberpihakan terhadap masyarakat yang membutuhkan, baik dari Pemerintah maupun DPR. “Jadi komitmen kesejahteraan, komitmen reforma agraria itu dari Undang-Undang Pokok Agraria sudah mengatur semuanya. Tapi terkadang keberpihakannya saja,” kata dia.
Sebanyak 6.000 buruh, petani, nelayan, masyarakat adat, dan masyarakat miskin kota yang tergabung dalam KNPA menggelar demonstrasi di Gedung DPR RI pada Selasa, 27 September 2022. Mereka menuntut Presiden meluruskan pelaksanaan reforma agraria agar sejalan dengan UUD 1945, UU Pokok Agraria Tahun 1960, dan TAP MPR Nomor 9 Tahun 2001.
Menurut KNPA, untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah perlu merevisi Perpres Reforma Agraria sesuai tuntutan gerakan reformasi agraria. Selain itu, mereka menuntut dibentuknya Badan Pelaksana Reforma (BPRA) yang langsung dipimpin oleh Presiden dengan melibatkan organisasi rakyat yang kredibel.
“Tiga pekerjaan utama BPRA adalah penyelesaian konflik agraria, redistribusi tanah, dan pengembangan ekonomi di lokasi pelaksanaan reforma agraria,” bunyi keterangan tertulis KNPA yang diterima Tempo.
Adapun menurut KNPA, UU Pokok Agraria sebenarnya telah mengakhiri hukum agraria pada masa kolonial. Aturan ini juga mencerminkan cita-cita kemerdekaan agraria. Namun, sejak orde baru hingga pasca reformasi saat ini, watak kolonialisme agraria malah dihidupkan kembali.
"Sayangnya kita mengetahui bahwa cita-cita konstitusionalisme agraria tersebut telah dikhianati ketika orde baru berkuasa. Ternyata, watak kolonialisme agraria justru dihidupkan kembali sejak orde baru hingga di Reformasi saat ini," ujar KNPA.
IMA DINI SHAFIRA | MUHSIN SABILILLAH
Baca: Terima Petani dan Buruh, Setpres Janjikan Aspirasi Soal Reforma Agraria Disampaikan ke Jokowi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini