Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Calon wakil presiden nomor urut tiga Mahfud Md menyoroti langkah hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang menggugat agar jabatannya sebagai Ketua MK dapat kembali di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Menurut Mahfud, langkah Anwar itu salah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Langkah (Anwar Usman) itu salah lagi, karena PTUN hanya mengadili keputusan Tata Usaha Negara, yang bersifat konkret, individual, dan final," kata Mahfud di acara “Tabrak Prof” di Yogyakarta, Senin malam, 5 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang memberhentikan Anwar sebagai Ketua MK, menurut Mahfud, bukan termasuk keputusan Tata Negara, melainkan keputusan profesional dewan etik.
"Sehingga PTUN jangan main-main untuk mencoba mengabulkan gugatan Anwar Usman," kata dia.
Penjelasan Mahfud ini menjawab pertanyaan dari salah satu peserta Tabrak Prof mengenai status Gibran setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan komisioner lainnya melanggar etik karena meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres nomor urut dua mendampingi Prabowo Subianto.
Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) itu menuturkan putusan etik DKPP atas KPU yang meloloskan Gibran, kasusnya hampir sama saat polemik di MK bergulir.
"Pengambil keputusan di MK dinyatakan melanggar etika yang sangat berat, sehingga Gibran lolos dengan cara melanggar etika," ujarnya. "Tapi menurut konstitusi, oke keputusan jalan tapi yang dihukum (MKMK) adalah siapa-siapa yang melanggar hingga uncle Usman (Anwar Usman, eks Ketua MK) diberhentikan."
Diwartakan Tempo sebelumnya, Anwar yang kini menjadi Hakim Konstitusi itu meminta pembatalan pengangkatan jabatan Suhartoyo sebagai Ketua MK. Paman Gibran itu tengah berupaya menduduki kembali jabatannya sebagai Ketua MK.
Anwar dalam gugatannya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 24 November 2023 dengan Nomor Perkara 604/G/2023/PTUN.JKT, meminta PTUN mengabulkan permohonannya.
“Mengabulkan Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023 – 2028,” sebagaimana tertuang dalam situs resmi PTUN, yang dilihat Tempo pada Kamis, 1 Februari 2024.
Selanjutnya: Ia juga meminta penundaan pelaksanaan…
Ia juga meminta penundaan pelaksanaan Keputusan MK Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028, selama proses pemeriksaan perkara sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Sementara untuk pokok perkara, ia menyatakan pembatalan atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028.
“Mewajibkan TERGUGAT untuk mencabut Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028,” tulisnya.
Anwar juga meminta rehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2023-2028, seperti semula sebelum diberhentikan. “Menghukum TERGUGAT untuk membayar biaya perkara,” ujarnya.
Sebelumnya Anwar telah menggugat Suhartoyo, namun materi gugatan yang dilayangkan Anwar itu belum diketahui. Majelis hakim yang nantinya akan mengadili perkara itu juga belum dimuat pada laman dimaksud.
Anwar juga sempat mengajukan surat keberatan kepada MK terkait terpilihnya Suhartoyo sebagai ketua MK menggantikan dirinya. Surat keberatan Anwar itu disampaikan oleh tiga kuasa hukumnya pada 15 November 2023.
Surat keberatan Anwar itu telah dijawab oleh MK pada Kamis 23 November 2023. Hakim MK Enny Nurbaningsih menyatakan bahwa sejatinya pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua MK periode 2023-2028 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PRIBADI WICAKSONO | BAGUS PRIBADI